Hujan di Kanvas Sunyi



Malam merayap perlahan, menyelimuti kota dengan kabut tipis. Jejakmu pudar di trotoar basah, setelah hujan menghujani kenangan. Embun di daun akasia, sebentar berkilau, lalu jatuh dalam kesunyian. Harapan begitu rapuh, seperti kaca tipis yang mudah pecah.

Kau aroma tanah basah yang menyimpan rahasia alam semesta. Kenangan berputar di kepala, fragmen mimpi yang tak lengkap. Cinta kita, akar tua yang menjalar di bawah permukaan bumi, tapi kini kau di mana? Hanya ada sunyi yang menjawabku.

Senyummu, cahaya yang pernah menerangi kegelapan jiwaku. Kini hanya tersisa bayang-bayang yang menari di dinding ingatan. Kesedihan menghantui seperti hantu, tak pernah benar-benar pergi. Ia bersembunyi di balik tirai waktu, menunggu saat untuk muncul.

Kota tua terdiam, menyaksikan drama manusia yang tak pernah usai. Langkah kaki terdengar sayup, hilang di antara bangunan-bangunan tinggi. Bintang-bintang menatap acuh tak acuh, bisu dalam bahasa kosmik mereka. Cinta, kehilangan, dan misteri kehidupan, semua tersimpan di sana.

Jangan pergi, kekasihku, mari kita bertemu di dunia mimpi. Di sana, waktu tak berarti, ruang tak terbatas, dan kita akan menyatu. Kita adalah ombak dan pantai, tak terpisahkan dalam pelukan abadi. Tapi pagi selalu datang, dan mimpi pun harus pudar bersama fajar.

Cintaku padamu deras seperti hujan, tak terbendung lagi. Ia mengalir di sungai waktu, membawa serpihan kenangan yang tersisa. Kita berlayar di lautan kehidupan, mencari makna di tengah badai. Kebenaran selalu menghindar, bersembunyi di balik kabut tebal.

Kesunyian menyelimuti semua, menelan kata-kata dan suara. Kota tua berbisik tentang masa lalu, tentang cinta dan kehilangan. Kita hanyalah bayang-bayang di bawah sinar rembulan, rapuh dan fana. Mencari makna di reruntuhan sejarah, di antara puing-puing waktu.

Di sinilah, di antara bayang dan cahaya, aku mencari jatidiriku. Di dalam dirimu, di dalam cinta yang pernah kita bagi bersama. Perjalanan ini panjang dan melelahkan, puisi yang tak kunjung usai. Cinta, bayang, dan cahaya, menyatu dalam keheningan yang abadi.



16 Oktober 2024
Heru Kuncahyono
via Gemini &
via Bing (illustrations)



Lebih lamaTerbaru