Mengenang almarhum Bapak di hari-hari terakhir Beliau

 

Foto perayaan ulang tahun Inara ini diambil pada tanggal 24 Januari 2020, saat itu adalah 3 bulan sebelum kami berpisah dengan Bapak / Hambali bin Satari (1 Juli 1952 - 23 April 2020).

Beliau menderita diabetes dan tekanan darah tinggi sejak lama, dan sekitar dua tahun terakhirnya harus berjuang hidup dengan cuci darah rutin dua kali sepekan. Dan pada akhirnya di tanggal 23 April 2020 menghembuskan nafas terakhirnya di RS Bhayangkara Lumajang. Dimana malam itu hanya saya sendirian yang menjaga beliau, di ruang isolasi RSB. Prosedur tersebut digunakan karena ada bercak putih di paru-paru beliau setelah dilakukan rontgen, meski saat test rapid saat itu (sepertinya belum ada test antigen di waktu itu) tidak memunculkan tanda positif untuk disebut terjangkit covid-19.

Saya memaklumi saat ada keputusan untuk melaksanakan prosedur isolasi dari RSB, karena saat itu memang sedang naiknya jumlah penderita covid-19 di Lumajang. Saya pun tidak merasa keberatan saat harus saya sendiri yang menemani Bapak di ruang isolasi setelah beberapa hari sebelumnya sudah ditemani secara gantian oleh Ibu dan Mbak Isa.

Di satu sisi saya merasa bersyukur masih bisa menemani Beliau di saat-saat terakhirnya, namun di sisi lain masih ada sesuatu yang mengganjal di pikiran saya. Tentang perlakuan terakhir saya pada Beliau, mungkinkah ada sesuatu yang salah sehingga menyebabkan berhentinya nafas Beliau. Karena saya berikan minum dengan sedotan, sedangkan Beliau sedang mengalami sesak nafas akibat paru-parunya sedang diserang virus atau semacamnya. Meski saya tidak tahu bagaimana kaitannya.

Tidak ada arahan maupun larangan dari paramedis di sana, jadi saya pikir tak ada masalah jika Bapak merasa haus dan saya berikan minum air mineral botol dibantu dengan sedotan. Yang saya pikirkan apakah perlakuan tersebut yang membuat jantungnya berhenti berdetak karena (mungkin) tersedak air minum atau ada air yang salah masuk ke saluran pernafasan. Wallahu a'lam.

Apapun itu, pada malam itu sebenarnya saya tetap berharap Bapak dapat melewati malam itu dengan baik dan tetap kuat, lalu melanjutkan hidup Beliau meski harus terus dengan rutin cuci darah. Di sisi lain juga, saya tetap pasrah pada Tuhan, karena dengan berhenti di saat itu pun menjadi hal yang baik agar Bapak tidak merasa sakit lagi, untuk kembali pulang menghadap-Nya, dengan tenang dan damai. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, bahwa segalanya berasal dari Tuhan dan kepadaNya segalanya kembali.

Saya bersyukur atas eksistensi Beliau, apapun dan bagaimanapun masa lalu yang telah kami lalui masing-masing maupun saat bersama. Banyak penyesalan karena banyak waktu saya yang hilang untuk dapat berbakti pada Beliau dan Ibu Tri Atminiasih, tetapi semuanya saya ikhlaskan untuk menjadi bagian dari timbangan amal saya kelak, juga untuk menjadi bagian dari pahala atas mereka.

Semoga Beliau bertemu dengan Tuhan yang telah lama dirindukan Beliau, meski dengan pengetahuan secukupnya tentangNya. Bertemu dengan tenang dan damai. Juga bertemu dengan Ibu Tri Atminiasih, meskipun makam mereka tidak bersebelahan. Amin.